Dunia Asmat Yang Mempesona

Menikmati sore.

Menikmati sore.

Kata orang-orang hidup di Asmat itu seperti manusia setengah dewa, loh kok gitu? Iya dong, di sini orang berada di antara tanah dan langit. Di Agats, orang tak menginjak tanah, tetapi papan. Hehehe.. Berpuluh-puluh tahun lamanya, masyarakat Agats hanya menginjak papan kayu. Baru beberapa tahun terakhir ini, sebagian ruas jalan yang terbuat dari papan, di ganti dengan jembatan beton, berlapis hot mix. Akhirnya, bisa nginjak aspal juga.

Kalau selama ini orang cuma tahunya Gili Terawangan, yang tak ada kendaraan bermotor. Di Agats pun begitu. Artinya bebas polusi, tak ada mobil dan juga motor yang mengeluarkan asap. Di Agats hanya ada sepeda, gerobak dan motor listrik. Hasil pengembangan dari sepeda listrik. Selama ini saya biasa mendengar kata ‘lowbatt’ hanya untuk HP atau laptop. Tapi di Agats, orang biasa bilang, “Pelleee.. sa pu motor, lowbatt. Semalam sa lupa charge.” Continue reading

Anytime, Anywhere.. Hercy

P1170666

Saya ingat pada juli 2012 saya pernah menceritakan salah satu keinginan saya kepada seorang teman. Namanya Rio Wanaha, dan ia adalah orang Papua. Salah satu keinginan itu ialah mengunjungi Papua, menggunakan pesawat Hercules. Lalu waktu berlalu..

Untuk kesekian kalinya saya tak pernah ragu, untuk semua keyakinan akan mimpi-mimpi saya. Percaya bahwa semua itu pasti terwujud. Akhirnya bisa pergi ke Papua dengan Herules adalah sesuatu yang konyol, dan itu nyata. Continue reading

Limited Without Limits

Ada perlu apa ini? Pak Polisi Militer bertubuh besar itu menyambut saya.

Siap! Ijin, Pak. Nama saya Wahyu, Pak. Pelancong bersepeda dari Jakarta. Ijin mau bertemu Komandan Lanud Patimura, Pak.

Ada keperluan apa, menghadap Komandan?

Mau minta ijin untuk naik Hercules, Pak!

Nanti saja kembali lagi sekitar jam 2, Komandan sedang ada rapat! Itu juga mba yang di sebelah lagi keliling Indonesia. Sambil menunjuk ke arah sebelah POM.

Siap, Pak! Terimakasih banyak. Lalu saya melirik ke arah sebelah. Ada seorang mba-mba sedang duduk di atas sepeda motornya, sambil berbincang dengan beberapa prajurit. Continue reading

Ambon hari ini..

Untuk sementara di Ambon, saya tinggal di sekretariat Mapala Kewang Universitas Kristen Indonesia Maluku. Sambil menyusun srategi berikutnya untuk ke tanah terjanji, Papua. Merauke adalah satu-satunya tujuan awal saya di tanah Papua. Barulah setelahnya nanti saya melanjutkan ke Jayapura untuk memenuhi janji saya kepada saudari rohani saya di sana.

Di Ambon sendiri saya ingin melihat banyak hal, bukan tempat wisata, serius bukan itu. Beta mau melihat kedamaian Maluku. Sebagaimana Gong Perdamaian dunia ada di Kota Ambon. Saya ingin melihat gaung suara kedamaian itu dari berbagai aspeknya. Mungkin bersepeda di Pulau Seram, atau ke tempat lainnya. Akan ada kapal minggu depan, 18 Februari ke Sorong dan Jayapura. Tetapi tidak ada kapal yang ke Merauke. Akhh.. bagaimana caranya saya bisa sampai di Merauke?

Lalu saya mendapatkan info ada jadwal Hercules ke Timika, juga di tanggal 18 Februari. Dan dengan prosuder yang cukup rumit saya bayangkan. Harus ada surat jalan atau keterangan dari kepolisian sebagai pengantar, atau sejenisnya. Jujur saya lebih memilih naik Hercules, daripada harus berlayar lagi berhari-hari ke Papua, walau sebenarnya keinginan untuk berlayar juga ingin sekali saya rasakan.

Sempat terpikir untuk terbang dengan Maskapai swasta yang saya tahu harga tiketnya bisa menghabiskan seluruh perbekalan financial saya, tak masalah jika nanti di Papua saya harus bekerja dulu untuk mendapatkan uang saku tambahan untuk bergerak lagi ke arah barat.

Sampai pada saat ini saya belum menemukan jalan keluar yang tepat. Sebagai orang beriman, saya selalu percaya akan ada jalan bagi saya. Tetapi logika juga mengharuskan saya memikirkan cara, sebab dan akibat. Hasrat saya berbisik, bahwa Papua sudah mulai tersenyum sipu menantikan orang gila kesekian yang memiliki mimipi bersentuhan dengannya.