Ketika saya tiba di Wamena, tujuan saya hanya satu, yaitu Poga. Sebuah distrik yang masuk dalam wilayah Kabupaten Lany Jaya. Kurang lebih berjarak 75 km dari Wamena. Mengayuh sepeda melewati wilayah pegunungan tengah Papua, dengan rute mendaki paling tinggi selama saya bersepeda dari Jakarta hingga Papua. Kenapa saya begitu tertarik dan berusaha bagaimana caranya saya harus bisa mengunjungi Poga? Tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tetapi semangat dan hasrat ini tak bisa saya bendung. Dan ternyata, Poga menjadi satu-satunya tempat dimana saya bisa menjawab pertanyaan dari seorang penjelajah negeri yang saya jumpai di Merauke. Katanya begini, “Wahyu selama ini kita menjelajah hampir setengah pelosok negeri tercinta ini, kita menikmati semua hal yang kita jumpai. Keindahan, keramahan, dan kedamaian negeri ini, tetapi apa yang bisa kita buat, atau apa yang sudah kita buat untuk negeri ini?” ah saya mau menangis rasanya menjawab pertanyaan itu.
Selama ini saya berpikir, mungkin dengan menceritakannya dalam tulisan dan membagikannya kepada para saudara dan teman-teman adalah salah satu cara untuk mengabarkan, bahwa Indonesia itu indah, bahkan lebih dari sekadar indah. Dan saya sadar, apa yang sudah saya lakukan ketika bersepeda mengunjungi halaman rumah nusantara, tak cukup untuk menjawab pertanyaan itu. Tak sampai cukup untuk membuktikan bahwa saya mencintai negeri ini dan kehidupannya.
Di Poga, saya memutuskan untuk tinggal lebih lama. Untuk membantu para guru-guru hebat di tempat ini mengajar anak-anak di Sekolah Dasar Inpres Poga. Saya sangat berharap dengan mengajar anak-anak pintar dan cerdas di tempat ini, saya mampu untuk membaktikan diri saya bagi negeri ini, walupun tak seberapa.
Jujur saja, bisa mendapatkan kesempatan mengunjungi Poga dan mengajar anak-anak di sini bagi saya lebih mahal harganya ketimbang saya hanya bersepeda keliling Indonesia. Setidaknya itu yang saya rasakan. Tempat yang sangat jauh dari Jakarta, jauh dari modernitas kehidupan, tetapi memiliki keindahan dan kedamaian tiada banding.
Ada beberapa anak yang harus berjalan kaki dari rumahnya, lebih dari sepuluh kilometer untuk bisa belajar di sekolah. Melewati lembah dan bukit bertelanjang kaki, menembus dinginnya suhu pegunugan. Dengan harapan dan mimpi yang begitu besar, yaitu meraih mimipi dan cita-citanya. Tak ada hal yang lebih indah dan membahagiakan daripada mendengar mereka bercerita tentang mimpi dan semangat mereka. Tak ada hal yang paling mendamaikan selain bisa membantu mereka mengasah mimpi dan harapannya, akan kehidupan yang jauh lebih baik. Memberikan pengetahuan dan harapan bahwa di sini tak ada beda, dengan saudara-saudara kita di tempat lain. Di tempat yang jauh lebih beruntung bisa menikmati kehidupan dengan segala fasilitas dan sarana yang disediakan negara. Bahwa kita semua sama.
Sahabat-sahabat kecil di sini masih bisa selalu terseyum, menari dan bernyanyi. Menyanyikan mimpi dan harapan mereka. Menyanyikan kedamaian dan keindahan hidup. Saya selalu menitihkan air mata melihat itu semua. Sahabat-sahabat kecil, apa yang bisa saya berikan untuk kalian.
Kemudian saya pun bermimpi, untuk bisa membantu mereka mewujudkan segala yang mereka impikan. Tentang pengetahuan, dan hal-hal yang tak pernah mereka lihat. Sekolah ini sangat kekurangan buku-buku pelajaran. Ah ingin sekali saya bisa mengajak saudara-saudara di tempat lain, untuk juga bisa membantu sahabat-sahabat kecil disini untuk terus bermimpi tentang cita-cita mereka.
Beberapa sekolah di sini, bahkan tidak aktif lagi karena kekurangan guru-guru pengajar. Di sekolah ini pun, guru tak cukup jumlahnya. Sudah seminggu di sini, saya membantu mengajar di kelas dua dan empat.
Semesta yang telah mempertemukan saya dengan Tanah Papua, tanah impian saya. Saya bersyukur untuk semuanya. Bahwa akhirnya saya bisa sampai di Poga, di sebuah lembah yang menyuguhkan begitu banyak hal indah nan luar biasa. Saya bisa bertemu dengan orang-orang hebat yang lebih gila dari saya di tempat ini. Yang berani bermimpi, walau dinginnya malam yang menembus dinding honai sering mengganggu indahnya tidur malam mereka. Walaupun hanya tidur beralaskan rumput kering, mereka tak pernah takut untuk selalu berharap. Di lembah ini, pelangi selalu hadir untuk menghiasi kehidupan mereka. Saya pun bisa mendengar lagu-lagu tentang cinta dan mimipi mereka. Lagu tentang canda tawa dan indahnya dunia. Hanya satu doa saya, semoga Tuhan selalu memberikan pelangi, untuk menghiasi kehidupan di tanah ini.
You must be logged in to post a comment.